Tuesday 18 July 2017

makalah Hukum dan Tuntunan Pernikahan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
            Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya dari dua buah sisi. Dimana  pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama. Berdasarkan  sudut pandang ini, maka ketika orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan mereka bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan.
            Agama islam telah menetapkan bahwa satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahan, pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun surge dunia di dalamnya. Semua hal itu akan terjadi apabila pernikahan tersebut benar-benar dilaksanakan dengan cara yang sesuai serta jalur yang telah ditetapkan islam.
1.2. Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahu dan memahami tentang Hukum dan Tuntunan Dalam Pernikahan !



BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pernikahan
            Perkawinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam. Adapun nikah menurut syari’at nikah juga berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan badan itu hanya metafora saja.
            Islam adalah agama yang universal, yaitu  mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun  dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah banyak mengatur  mulai dari bagaimana mencari kriteria calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntun dan mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini insyaallah penulis akan membahas perkawinan menurut hukum islam.
Pernikahan adalah sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala tetapi apabila tidak dilaksanakan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan karena tidak mengikuti sunnah rosul (Syaikh Kamil Muhammad,1998:375). 
            Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu    laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.
Suatu pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah serta ingin mendapatkan keturunan yang shaleh dan shalihah. Keturunan inilah yang selalu didambakan oleh setiap orang yang sudah menikah karena keturunan merupakan generasi bagi orang tuanya (Ahmad Rafi Baihaqi,2006:8). 

2.2. Hukum Pernikahan
1. Hukum Asal Nikah adalah Mubah
            Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan boleh ditinggalkan. Dikerjakan tidak ada pahalanya dan ditingkalkan tidak berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram.
a. Nikah yang Hukumnya Sunnah
            Sebagian besar ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya nikah itu sunnah. Alasan yang mereka kemukakan bahwa perintah nikah dalam berbagai Al-Qur’an dan hadits hanya merupakan anjuran walaupun banyak kata-kata amar dalam ayat dan hadits tersebut. Akan tetapi, bukanlah amar yang berarti wajib sebab tidak semua amar harus wajib, kadangkala menunjukkan sunnah bahkan suatu ketika hanya mubah. Adapun nikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah mampu memberi nafkah dan berkehendak untuk nikah.
b. Nikah yang Hukumnya Wajib
            Nikah menjadi wajib menurut pendapat sebagian ulama dengan alasan bahwa diberbagai ayat dan hadits sebagaimana tersebut diatas disebutkan wajib. Terutama berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah seperti dalam sabda Rasulullah saw., “Barang siapa yang tidak mau melakukan sunnahku, maka tidaklah termasuk golonganku”.
            Selanjutnya nikah itu wajib sesuai dengan faktor dan situasi. Jika ada sebab dan faktor tertentu yang menyertai nikah menjadi wajib. Contoh: jika kondisi seseorang sudah mampu memberi nafkah dan takut jatuh pada perbuatan zina, dalam situasi dan kondisi seperti itu wajib nikah. Sebab zina adalah perbuatan keji dan buruk yang dilarang Allah SWT. Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut.
Dari Aisyah ra., Nabi saw. besabda: “Nikahilah olehmu wanita-wanita itu, sebab sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta bagimu”. (HR. Al-Hakim dan Abu Daud)


c. Nikah yang Hukumnya Makruh 
            Hukum nikah menjadi makruh apabila orang yang akan melakukan perkawinan telah mempunyai keinginan atau hasrat yang kuat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberi nafkah tanggungannya.
d. Nikah yang Hukumnya Haram
Nikah menjadi haram bagi seseorang yang mempunyai niat untuk menyakiti perempuan yang dinikahinya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. pernah bersabda: 
“Barangsiapa yang tidak mampu menikah hendaklah dia puasa karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap prempuan akan berkurang”. (HR. Jamaah Ahli Hadits)
Firman Allah di dalam Al-Qur’an:
Maka nikahilah wanita yang engkau senangi. (QS.An-Nisa/4:3)
            Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan kemampuan-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), MahaMengetahui. (QS.An-Nur/24:32)
            “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian1036 diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.(Q.S An-Nur/24:32)
            Berpijak dari firman Allah dan hadits sebagaimana tersebut di atas, maka bahwa dapat dijelaskan bahwa hukum menikah itu akan berubah sesuai dengan faktor dan sebab yang menyertainya. Dalam hal ini setiap mukalaf penting untuk mengetahuinya. Misalnya, orang-orang yang belum baligh, seorang pemabuk, atau sakit gila, maka dalam situasi dan kondisi semacam itu seseorang haram uinutuk menikah. Sebab, jikja mereja menikah dikhawatirkan hanya akan menimbulkan mudharat yang lebih besar pada orang lain.
2.3. Tuntunan Pernikahan
            Adapun Tuntunan Pernikahan yang berisi tentang tuntunan pernikahan Islam diatas sunnah Nabi :
1. Ta’aruf (Mengenal) Calon
            Agama Islam mengajarkan kepada yang hendak menikah untuk mengenal calon pasangannya (ta’aruf). Seorang pemuda yang hendak melamar wanita hendaknya mencari keterangan tentang jatidirinya melalui seseorang yang mengenal wanita tersebut. Baik tentang biografi, ciri-ciri fisik, akhlak, kepribadian, dan agamanya, atau hal-hal lainnya yang dibutuhkan/penting diketahui untuk kebahagiaan hidup berumah tangga (maslahat pernikahan). Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada si wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang, seperti istri temannya, ibunya, saudarinya, atau yang lainnya.
            Hendaknya bagi pihak yang dimintai keterangan untuk menjawab dengan objektif, meskipun harus membuka aib wanita tersebut. Hal ini diperbolehkan dan bukanlah termasuk ghibah yang terlarang. Karena Rasulullah pernah menjelaskan aib seseorang ketika memberi nasehat kepada Fathimah bintu Qais mengenai Mu’awiyah bin Abu Sufyan dan Abu Jahm :
“Adapun Abu Jahm, maka dia adalah lelaki yang tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya (yakni: suka memukul wanita). Adapun Mu’awiyah, dia lelaki yang miskin, yang tidak memiliki harta. Maka menikahlah engkau dengan Usamah bin Zaid. (H.R. Muslim)
            Adapun berbicara dengan wanita yang hendak dilamarnya, bolehkah?
Para ulama menyatakan tentang bolehnya bagi lelaki untuk berbicara dengan calon istri yang hendak dipinang. Akan tetapi tentunya dengan menjaga adab-adab Islami seperti:
Ada hajat dan mengandung maslahatTidak khalwat, yaitu berdua-duaan tanpa mahram, karena Rasulullah  bersabda:
“Janganlah salah seorang di antara kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali bersama mahram.”
            Dari balik hijab/tabir (seperti tirai, tembok, atau sesuatu yang bisa menghalangi pandangan dan perjumpaan secara langsung).
Allah berfirman:
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir.” (Q.S. Al Ahzaab: 53)
            Apabila para shahabat saja diperintahkan untuk berhijab, padahal mereka adalah generasi terbaik serta paling suci hatinya, maka generasi-generasi setelah shahabat justru lebih butuh kepada hijab karena lemahnya iman dan ilmu mereka.
            Percakapan itu tidak sampai membangkitkan syahwat. Apakah itu karena lembutnya suara wanita, berlama-lama dalam berbicara, dan lain sebagainya. Allah berfirman:
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Q.S. Al Ahzaab: 32)
            Begitulah ta’aruf syar’i yang Islami. Indah, bukan? Dengan ta’ruf syar’i maka akan lebih menjaga kehormatan, menjaga pandangan, dan kesucian jiwa.
            Wahai pemuda, setelah engkau mengetahui bahwa pacaran adalah perbuatan yang dikecam oleh Allah dan Rasul-Nya dan termasuk perbuatan nista, maka apakah engkau masih memilih pacaran daripada ta’aruf syar’i?



BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
            Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya  sehingga  menimbulkan  kewajiban dan  hak  di  antara  keduanya melalui  kata-kata  secara  lisan, sesuai  dengan  peraturan-peraturan  yang  diwajibkan  secara  Islam. Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:
nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah ummadku”.
Hadis lain Rasulullah Bersabda:
“Nikah itu adalah setengah iman”.
            Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang mengikuti aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan pernikahan yang dianjurkan dalam Islam yaitu adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan, Perminangan, dan dalam pemilihan calon suami/istri. Islam sangat membenci sebuah perceraian, tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam sebuah rumah tangga.  Islam secara terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang berdasarkan hukumnya. Dan dalam Islam pun dijelaskan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan masa iddah bagi kaum perempuan.
3.2. Saran
            Berdasarkan apa yang telah Penulis jelaskan dalam makalah mengenai Hukum dan Tuntunan pernikahan ini pasti ada kekurangan maupun kelebihannya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan pembaca mengenai pernikahan berdasarkan Islam.
            Adapun kritik maupun saran dapat disampaikan ke penulis agar dapat memperbaiki makalah ini baik dari segi penulisan, materi, maupun tata bahasa yang disampaikan. Penulis mengharapkan pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian Putih,2006
            https://antosalafy.wordpress.com/2010/04/06/tuntunan-pernikahan-islami-menuju-pelaminan-suci/



No comments:

Post a Comment

Makalah Tari Likok Pulo Aceh

BAB I PENDAHULUAN Tari Likok Pulo Aceh Asal - Usul Dan Fungsinya  - Tari Likok Pulo dari berdasarkan Asal - Usulnya tari ini dicipta...