BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
rutin dirayakan oleh masyarakat Aceh setiap tahun. Selain tradisi, perayaan
Maulid juga kerap dijadikan ajang silaturahmi antar gampong (kampung dalam
bahasa Aceh)
Perayaan Maulid Nabi di “Bumoe
Seurambi Mekkah” dilakukan bergantian tergantung kesiapan kampung
setempat dengan jadwal sekitar 3 bulan, yaitu Rabiul Awal (Maulod Awai), Rabiul
Akhir (Maulod Teungoh), dan Jumadil Awal (Maulod Akhe).
jadi, jika Anda berkunjung ke Aceh pada
kurun waktu tersebut, Anda dapat ikut merasakan suasana perayaan Maulid Nabi di
sana. Acara perayaan Maulid Nabi dimeriahkan masyarakat Aceh dengan gelaran
zikir maulid yang dilantunkan oleh santri-santri dan diisi pula dengan aneka
perlombaan keagamaan.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan Penulisan Makalah ini
adalah untuk mengetahui dan memahami tentang kebudayaan Aceh tentang Kanduri
Maulid Nabi Besa Muhammad SAW !
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kanduri Maulod
Kanduri Maulod (kenduri
Maulid) pada masyarakat Aceh terkait
erat dengan peringatan hari kelahiran Pang Ulee (penghulu alam) Nabi Muhammad
SAW, utusan Allah SWT yang terakhir pembawa dan penyebar ajaran agama Islam.
Kenduri ini sering pula disebut kanduri Pang Ulee.
Masyarakat Aceh sebagai penganut agama
Islam melaksanakan kenduri maulid setiap bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil
Awal. Kenduri maulid yang dilaksanakan pada bulan Rabiul Awal disebut maulod
awai (maulid awal) dimulai dari tanggal 12 Rabiul Awal sampai berakhir
bulan Rabiul Awal. Sedangkan kenduri maulid yang dilaksanakan pada bulan Rabiul
Akhir disebut maulod teungoh (maulid tengah) dimulai dari
tanggal 1 bulan Rabiul Akhir sampai berakhirnya bulan. Selanjutnya, kenduri
maulid pada bulan Jumadil Awal disebut maulod akhee (maulid
akhir) dan dilaksanakan sepanjang bulan Jumadil Akhir.
Pelaksanaan kenduri maulid berdasarkan
rentang tiga bulan di atas, mempunyai tujuan supaya warga masyarakat dapat
melaksanakan kenduri secara keseluruhan dan merata. Maksudnya apabila pada
bulan Rabiul Awal warga belum mampu melaksanakan kenduri, pada bulan Rabiul
Akhir belum juga mampu, maka masih ada kesempatan pada bulan Jumadil awal.
Umumnya seluruh masyarakat mengadakan kenduri Maulid hanya waktu pelaksanaannya
yang berbeda-beda, tergantung pada kemampuan menyelenggarakan dari masyarakat.
Kenduri Maulid oleh masyarakat Aceh
dianggap sebagai suatu tradisi. Hal itu didasarkan pada pemahaman bahwa Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan ke alam
berilmu pengetahuan.
2.2. Nilai-nilai yang terdapat pada kanduri Maulid
1.
Nilai spiritual
Dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,
Umat Muslim semakin meningkat rasa cintanya pada sang Tauladan. Selain itu
sebagai rasa hormat pada Nabinya.
2.
Nilai moral
Dengan memperingati Maulid Nabi, umat
Muslim dapat mengambil hikmah atas kisah teladannya. Dan tentunya dapat
mengamalkan nilai terpuji dalam kehidupan.
3.
Nilai sosial
Biasanya peringatan diwarnai dengan
pemberian sedekah pada fakir miskin. Atau siapa saja yang hadir dalam majelis.
4.
Nilai persatuan
Dengana adanya kegiatan berzikir bersama
tenti akan membuat umat Muslim bersatu.
2.3. Penyelenggaraan
kenduri mauled di masyarakat aceh
Penyelenggaraan kenduri maulid dapat
dilangsung-kan kapan saja asal tidak melewati batas bulan Rabiul Awal, Rabiul
Akhir, dan Jumadil Awal, tepatnya mulai tanggal 12 Rabiul Awal sampai tanggal
30 Jumadil Awal. Selain itu waktu kenduri maulid ada yang menyelenggarakan pada
siang hari dan ada pula yang menyelenggarakannya pada malam hari.
Bagi desa-desa yang menyelenggarakan
kenduri pada siang hari mulai jam 12 siang hidangan telah siap untuk diantar ke
meunasah atau mesjid. Demikian pula bagi yang menyelenggarakan kenduri di
rumah, hidangan telah ditata rapi untuk para tamu. Pertandingan meudikee
maulod (zikir marhaban atau zikir maulid) dimulai sejak pukul 9 pagi dan
berhenti ketika Sembahyang dhuhur untuk kemudian dilanjutkan kembali.
Selanjutnya desa-desa yang
menyelenggarakan kenduri pada malam hari hidangan dibawa ke meunasah atau
mesjid setelah sembahyang Ashar atau menjelang maghrib, sedangkan lomba
meudikee maulod dilangsungkan setelah sembahyang
Isya. Penyelenggaraan kenduri maulid umumnya dilangsungkan di meunasah atau mesjid. Panitia pelaksana
kenduri mengundang penduduk dari desa-desa lain yang berdekatan atau desa
tetangga dan ada juga yang mengundang semua desa dalam kemukimannya. Kondisi
ini diperngaruhi oleh jumlah hidangan yang disediakan oleh warga desa.
Di samping itu ada juga yang
melaksanakan kenduri di rumah saja atau secara pribadi disebut maulod kaoy
(maulid nazar). Maulid ini diselenggarakan untuk melepas nazar yang menyangkut
kehidupan pribadi atau keluarga disebabkan permohonan mereka kepada Allah SWT
telah dikabulkan. Penyelenggaraan kenduri maulid ini sesuai dengan nazar yang
dicetuskan sebelumnya. Apabila nazarnya ingin menyembelih seekor kerbau, maka
pada saat kenduri akan disembelih hewan tersebut, demikian pula jika nazar
ingin menyembelih seekor kambing. Daging hewan yang dinazarkan
setelah dimasak dan ditambah lauk-pauk lainnya akan dihidangkan kepada
undangan. Besar atau kecilnya kenduri tergantung kepada kemampuan orang yang
melaksanakan.
Pihak yang mengadakan kenduri,
sebelumnya telah memberitahu kepada keuchik (kepala desa) dan teungku meunasah
(imam desa). Apabila kendurinya besar akan dibentuk panitia yang berasal dari
penduduk desa setempat. Penduduk dari luar desa tidak diundang, kecuali sanak
saudara atau ahli famili pihak yang mengadakan kenduri serta anak yatim yang
berada di sekitarnya. Hidangan yang menjadi tradisi keharusan dalam
kenduri Maulid di meunasah dan di rumah berupa beuleukat kuah tuhee (nasi ketan
dengan kuah), sebagai hidangan siang hari selain nasi dan lauk pauk. kuah tuhee
lalu dimakan bersama ketan. Pada malam hari hidangan yang harus disediakan
berupa beuleukat kuah peungat. Kuah peungat adalah santan dicampur dengan
pisang raja dan nangka serta diberi gula secukupnya.
Seperti telah disebutkan di atas
Kenduri maulid dapat dilaksanakan dalam 3 bulan dimulai dari bulan Rabiul awal,
Rabiul Akhir, dan Jumadil Awal. Apabila kenduri telah dilaksanakan pada bulan
Rabiul Awal berarti pelaksanaan kenduri pada tahun bersangkutan telah
dilaksanakan, tidak perlu diadakan lagi pada pada bulan Rabiul Akhir dan bulan
Jumadil Awal.Kenduri maulid yang dilaksanakan pada bulan Rabiul Awal, Rabiul
Akhir dan Jumadil Awal mempunyai nilai yang sama tidak ada yang lebih tinggi
atau rendah, hanya tergantung kepada kemampuan dan kesempatan warga desa.
2.4. Keunikan
Kanduri Maulid Dan Makanan Yang Di Hidangkan
Makanan utama yang disajikan dalam
perayaan ini adalah kuah beulangoeng, yakni gulai sapi atau kambing, serta
sajian kuliner khas Aceh lainnya.
Keunikan lain yang terlihat dalam
perayaan ini adalah tradisi masing-masing kampung yang beragam. Mulai dari
arak-arakan makanan hingga mobil hias, sebelum akhirnya makan bersama di
lapangan.
Untuk menyaksikan kemeriahan Maulid
Akbar di Aceh, Anda dapat menyambangi beberapa kampung di Kecamatan Krueng
Barona Jaya (Aceh Besar). Salah satunya di Gampong Meunasah Papeun pada 28 Januari
2016.
Alternatif lainnya, ada juga acara
serupa di Jeulingke, Banda Aceh. Gampong di Kecamatan Syiah Kuala tersebut akan
mengadakan Maulid pada 8 Januari 2016.
Kemeriahan perayaan
Maulid Nabi di Aceh memang sudah menjadi tradisi. Hal ini bahkan sudah tertulis
dalam Wasiat Sultan Aceh yang diterbitkan pada 12 Rabiul Awal 913 Hijriah atau
23 Juli 1507, oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Surat wasiat ini ditemukan oleh
Tan Sri Sanusi Junid yang kemudian menerjemahkannya.
Dalam
surat wasiat tersebut, salah satu poinnya berisi mengenai pelaksanaan Maulid
Nabi yang dapat menyambung tali silaturahmi antargampong di Kerajaan Aceh
Darussalam.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kenduri maulid dapat dilaksanakan
dalam 3 bulan dimulai dari bulan Rabiul awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Awal.
Apabila kenduri telah dilaksanakan pada bulan Rabiul Awal berarti pelaksanaan
kenduri pada tahun bersangkutan telah dilaksanakan, tidak perlu diadakan lagi
pada pada bulan Rabiul Akhir dan bulan Jumadil Awal.Kenduri maulid yang
dilaksanakan pada bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal mempunyai
nilai yang sama tidak ada yang lebih tinggi atau rendah, hanya tergantung
kepada kemampuan dan kesempatan warga desa.
3.2. Saran
Kebudayaan juga merupakan warisan
sosial yang yang hanya dapat dimiliki oleh masyarakat yang mendukungnya. Oleh
karena itu sebagai masyarakatnya, kebudayaan yang ada mesti dijaga dengan baik,
agar tidak berpengaruh dengan budaya-budaya moderen yang berkembang dimasa ini.
DAFTAR PUSTAKA
Usman Ali, Kebudayaan
Aceh Yang Kental, Penerbit PT. Muda Semanggi, Bandung, 1990.
Ahmad Gani, Haba
Ureung Aceh, Penerbit Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 1980.
Husein Husnan, Pembahasan Adat dan Budaya, Penerbit
Al-Husna, Solo, 1995.
No comments:
Post a Comment